Aspek
Hukum dalam Ekonomi
Kata Pengantar
Pertama-tama penulis panjatkan
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat-Nyalah makalah
ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan
tugas Aspek Hukum dalam Ekonomi yang diberikan oleh dosen pembimbing. Selain itu
juga untuk meningkatkan pemahaman penulis mengenai materi.
Dengan membaca makalah ini penulis
berharap dapat membantu teman-teman serta pembaca dapat memahami materi ini dan
dapat memperkaya wawasan pembaca.
Walaupun penulis telah berusaha sesuai kemampuan
penulis, namun penulis yakin bahwa manusia itu tak ada yang sempurna.Seandainya
dalam penulisan makalah ini ada yang kurang, maka itulah bagian dari kelemahan penulis.Mudah-mudahan
melalui kelemahan itulah yang akan membawa kesadaran kita akan kebesaran Tuhan
Yang Maha Esa.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini
dan kepada pembaca yang telah meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.Untuk
itu penulis selalu menantikan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
perbaikan penyusunan makalah ini.
Bekasi,
Mei 2013
Penulis
Daftar isi
KATA
PENGANTAR i
DAFTAR
ISI ii
BAB 1
PENDAHULUAN 1
1.1
Latar Belakang 1
1.2
Tujuan Penulisan 1
BAB 2
PEMBAHASAN 2
1. Pengertian hukum 2
2. Subyek dan Obyek hukum 8
3. Hukum Perdata 13
4. Hukum Perikatan 19
5. Hukum Perjanjian
21
6. Hukum Dagang
25
7. Wajib Daftar Perusahaan
28
8. Hak Kekayaan Intelektual
31
9. Perlindungan Konsumen
35
10. Anti
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 39
11. Penyelesaian Sengketa Ekonomi
45
BAB 3
PENUTUP 57
2.1
Kesimpulan 57
2.2
Saran 57
DAFTAR
PUSTAKA
58
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dalam setiap kedudukan kehidupan
perekonomian yang sangat dbutuhkan oleh setiap Negara, baik Negara-negara maju
dan Negara-negara berkembang menginginkan kelancaran jalannya proses
perekonomian. Sehingga membutuhkan ketaatan-ketaatan dalam setiap proses
ekonomi. Dengan adanya aspek hukum dalam ekonomi yang mengatur setiap jalannya
ekonomi, akan memperlancar dan mengatur perekonomian dengan aturan-aturan yang
telah ditentukan dan dibuat secara kesepakatan.
Banyak orang
yang menyalahgunakan aturan hukum ekonomi. Yang seharusnya dijalankan sesuai
dengan aturan yang ditentukan, tetapi karena ingin kemudahan atau kelancaran
yang lebih cepat sehingga ia mengubah aturan tersebut. Disinilah
sebenarnya bagaimana aturan dalam ekonomi itu harus di laksanakan.
1.2 TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk menambah
pengetahuan tentang aspek hukum dalam ekonomi dan mengulas kembali pelajaran
mata kuliah aspek hukum dalam ekonomi. Diharapkan juga agar dapat bermanfaat
bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN
HUKUM EKONOMI
A.
PENGERTIAN HUKUM
Hukum adalah sistem yang
terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan dari bentuk
penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam
berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial
antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum
pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat
menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan
politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif
hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara
hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan
mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer.
Berikut
ini pengertian dan definisi hukum menurut beberapa ahli:
·
VAN KAN
Hukum ialah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusai di dalam masyarakat. Peraturan dalam menjalankan kehidupan diperlukan untuk melindungi kepentingan dengan tertib.
·
UTRECHT
Hukum adalah himpunan peraturan (baik berupa perintah maupun larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah.
·
WIRYONO KUSUMO
Hukum
adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur tata tertib dalam masyarakat dan terhadap pelanggarnya umumnya
dikenakan sanksi. Sedangkan tujuan dari hukum adalah untuk mengadakan
keselamatan, kebahagiaan, dan ketertiban dalam masyarakat.
·
MOCHTAR KUSUMAATMADJA
Hukum
merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat, dan juga mencakupi lembaga-lembaga (institutions) dan
proses-proses (processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam
kenyataan.
B. TUJUAN HUKUM & SUMBER HUKUM
Sama
halnya dengan pengertian hukum, banyak teori atau pendapat mengenai tujuan
hukum. Berikut teori-teori dari para ahli :
1. Prof Subekti, SH :
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
2. Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn :
Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
3. Geny :
Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
Pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.
Secara singkat Tujuan Hukum antara lain:
1. Prof Subekti, SH :
Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
2. Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn :
Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
3. Geny :
Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
Pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.
Secara singkat Tujuan Hukum antara lain:
·
Keadilan
·
Kepastian
·
Kemanfaatan
Jadi
hukum bertujuan untuk mencapai kehidupan yang selaras dan seimbang, mencegah
terjadinya perpecahan dan mendapat keselamatan dalam keadilan.
SUMBER-SUMBER
HUKUM
1.
Sumber-sumber hukum adalah segala
sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan. Peraturan
tersebut biasanya bersifat memaksa. Sumber-sumber Hukum ada 2 jenis yaitu:
Sumber-sumber hukum materiil, yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif.
Sumber-sumber hukum materiil, yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau dari berbagai perspektif.
2.
Sumber-sumber hukum formiil, yakni UU,
kebiasaan, jurisprudentie, traktat dan doktrin
3.
Undang-Undang
ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya
ialah suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu dan sebagainya
4.
Kebiasaan
ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.
ialah perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun temurun telah menjadi hukum di daerah tersebut.
5.
Keputusan Hakim (jurisprudensi)
ialah Keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU
ialah Keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri, bila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU
6.
Traktat
ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.
ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dalam traktat ini. Otomatis traktat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara yang bersangkutan.
7.
Pendapat Para Ahli Hukum (doktrin)
Pendapat atau pandangan para ahli hukum yang mempunyai pengaruh juga dapat menimbulkan hukum. Dalam jurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasional, pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.
Pendapat atau pandangan para ahli hukum yang mempunyai pengaruh juga dapat menimbulkan hukum. Dalam jurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasional, pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.
C.
KODIFIKASI HUKUM
Yang dimaksud dengan kodifikasi hukum adlah
pembukuan secara lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Yang
menyebabkan timbulnya kodifikasi hukum ialah tidak adanya kesatuan dan
kepastian hukum (di Perancis).
Aliran-aliran
(praktek) hukum setelah adanya kodifikasi hukum:
·
Aliran Legisme, yang berpendapat bahwa
hukum adalah undang-undang dan diluar undang-undang tidak ada hukum.
·
Aliran Freie Rechslehre, yang berpenapat
bahwa hukum terdapat di dalam masyarakat.
·
Aliran Rechsvinding adalah aliran
diantara aliran Legisme dan aliran Freie Rechtslehre. Aliran Rechtsvinding
berpendapat bahwa hukum terdapat dalam undang-undang yang diselaraskan
dengan hukum yang ada di dalam masyarakat.
Kodifikasi hukum di Perancis dianggap suaru karya besar dan dianggap memberi manfaat yang besar pula sehingga diikuti oleh negara-negara lain.
Maksud dan tujuan diadakannya kodifikasi hukum di Perancis ialah untuk mendapatkan suaru kesatuan dan kepastian hukum (rechseenheid dan rechszekerheid). yang dihasilakan dari kodifikasi tersebut ialah code Civil Prancis atau Code Napoleon. Aliran hukum yang timbul karena kodifikasi adalah aliran legisme. Kodifikasi hukum di Indonesia antara lain KUHP, KUH Perdata, KUHD dan KUHAP.
Kodifikasi hukum di Perancis dianggap suaru karya besar dan dianggap memberi manfaat yang besar pula sehingga diikuti oleh negara-negara lain.
Maksud dan tujuan diadakannya kodifikasi hukum di Perancis ialah untuk mendapatkan suaru kesatuan dan kepastian hukum (rechseenheid dan rechszekerheid). yang dihasilakan dari kodifikasi tersebut ialah code Civil Prancis atau Code Napoleon. Aliran hukum yang timbul karena kodifikasi adalah aliran legisme. Kodifikasi hukum di Indonesia antara lain KUHP, KUH Perdata, KUHD dan KUHAP.
D. KAIDAH
DAN NORMA HUKUM
Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang
dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara,
mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat
atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan.
Kaidah hukum ditujukan kepada sikap lahir manusia atau perbuatan nyata yang dilakukan
manusia. Kaidah hukum tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik
atau buruk, yang diperhatikannya adalah bagaimana perbuatan lahiriyah orang
itu. Coba kita pikirkan contoh berikut, ada seorang pria menikahi seorang
wanita dengan sah sesuai dengan aturan agama dan negara tetapi sebenarnya
didalam hatinya ada niat buruk untuk menguras harta kekayaan si pihak wanita
dan lain – lain. Dari contoh tersebut secara lahiriyah sesuai dengan kaidah
hukum karena dia menikahi dengan jalur tidak melanggar hukum tapi sebenarnya
batin pria tersebut adalah buruk.
Karena ada kaidah hukum maka hukum dapat dipandang
sebagai kaidah. Hukum sebagai kaidah adalah sebagai pedoman atau patokan sikap
tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan. Pada konteks ini
masyarakat memandang bahwa hukum merupakan patokan-patokan atau pedoman-pedoman
yang harus mereka lakukan atau tidak boleh mereka lakukan. Pada makna ini
aturan-aturan kepala adat atau tetua kampung yang harus mereka patuhi bisa
dianggap sebagai hukum, meskipun tidak dalam bentuk tertulis. Kebiasaan yang
sudah lumrah dipatuhi dalam suatu masyarakat pun meskipun tidak secara resmi
dituliskan, namun selama ia diikuti dan dipatuhi dan apabila yang mencoba
melanggarnya akan mendapat sanksi, maka kebiasaan masyarakat ini pun dianggap
sebagai hukum.
Menurut sifatnya kaidah hukum
terbagi 2, yaitu :
1.
hukum yang imperatif, maksudnya
kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat
dan memaksa.
2.
hukum yang fakultatif maksudnya
ialah hukum itu tidak secara apriori mengikat. Kaidah fakultatif
bersifat sebagai pelengkap.
Ada 4 macam norma yaitu :
1. Norma Agama adalah peraturan hidup yang berisi
pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran
yang berasal dari Tuhan yangmerupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang
benar.
2. Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai
suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang
sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
3. Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan
sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan
peraturan tertentu mengenai kesopanan.
4. Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui
oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut.
Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah
negara tersebut
E. PENGERTIAN
EKONOMI DAN HUKUM EKONOMI
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah
adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan
alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas. Permasalahan itu kemudian
menyebabkan timbulnya kelangkaan (Ingg: scarcity). Hukum ekonomi adalah suatu
hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan
satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Hukum
ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
·
Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh
peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan
kehidupan ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
·
Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh
peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan
ekonomi secara adil dan merata, sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum
perburuhan dan hukum perumahan).
Contoh hukum ekonomi :
1) Jika
harga sembako atau sembilan bahan pokok naik maka harga-harga barang lain biasanya
akan ikut merambat naik.
2) Apabila
pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat pertokoan hipermarket yang besar dengan
harga yang sangat murah maka dapat dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang
berada di sekitarnya akan kehilangan omset atau mati gulung tikar.
3) Jika
nilai kurs dollar amerika naik tajam maka banyak perusahaan yang modalnya
berasal dari pinjaman luar negeri akan bangkrut.
4) Turunnya
harga elpiji / lpg akan menaikkan jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam
negeri maupun luar negeri.
5) Semakin
tinggi bunga bank untuk tabungan maka jumlah uang yang beredar akan menurun dan
terjadi penurunan jumlah permintaan barang dan jasa secara umum. Demikianlah
penjelasan tentang hukum ekonomi secara keseluruhan semoga kita semua mengerti
dan dapat megimplementasikan ke dalam kehidupan nyata.
SUBYEK DAN OBYEK HUKUM
A. SUBYEK
HUKUM
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban
menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam
sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem
hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi,
institusi). Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa
hak, yakni manusia dan badan hukum.
1. Manusia (naturlife
persoon) Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum
secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap
sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai
dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun
bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang
menghendakinya. Namun, ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai
subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan
perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain.
seperti:
1.
Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, atau belum menikah. 2. Orang yang
berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros.
2.
Badan Hukum (recht persoon) Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari
kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga
mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum
sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan
yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan
manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan
perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan
dapat dibubarkan.
B.
OBYEK HUKUM
Pengertian Obyek Hukum
Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah
segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang
menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala
sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik. Jenis Obyek Hukum Kemudian
berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi
menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda
yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang
sifatnya dapatdilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari
benda berubah / berwujud, meliputi :1.Benda bergerak / tidak tetap, berupa
benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :
- Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yangdapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohny aternak.
- Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdataadalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik ) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik ) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
1. Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala
sesuatu yang melekatdiatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan
patung.
2. Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang
dipakai dalam pabrik.Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya
dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
3. Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini
berwujud hak-hak atas benda- benda yang tidak bergerak misalnya hak
memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda
tidak bergerak dan hipotik.Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak
bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
- Pemilikan (Bezit )
Pemilikan ( Bezit ) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas
yang tercantum dalam pasal 1977KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang
bergerak adalah pemilik (eigenaar ) dari barang tersebut. Sedangkan untuk
barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
- Penyerahan (Levering )
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan
penyerahan secara nyata(hand by hand ) atau dari tangan ke tangan,
sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
- Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal
daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda
bergerak tersebut sedangkan untuk benda- benda tidak bergerak mengenal
adanya daluwarsa.
- Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak
dilakukan pand
(gadai,fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik
adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan
fidusia.
Benda yang bersifat tidak kebendaan
(Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda
yang dirasakanoleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat
direalisasikan menjadi suatukenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan
ciptaan musik / lagu.
B.
HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT
SEBAGAI PELUNASAN HUTANG
·
Hak kebendaan yang bersifat sebagai
pelunasan utang (hak jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan, jika debitor melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan, jika debitor melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian, hak jaminan tidak dapat berdiri
sendiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan dari
perjanjian pokoknya, yakni perjanjian utang-piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian utang-piutang dalam KUH Perdata tidak
diatur secara terperinci, namun tersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang
perjanjian pinjam pengganti, yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam
harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Kegunaan dari jaminan, yaitu:
1.
Memberi hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur
untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji.
2.
Menjamin agar debitur berperan serta
dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk
meninggalkan usahanya/proyeknya, dengan merugikan diri sendiri, dapat dicegah.
3.
Memberikan dorongan kepada debitur untuk
memenuhi janjinya, misalnya dalam pembayaran angsuran pokok kredit tiap
bulannya.
Syarat-syarat benda jaminan :
Syarat-syarat benda jaminan :
1. Mempermudah
diperolehnya kredit bagi pihak yang memerlukannya.
2. Tidak
melemahkan potensi/kekuatan si pencari kredit untuk melakukan dan meneruskan
usahanya.
3. Memberikan informasi kepada debitur, bahwa
barang jaminan setiap waktu dapat di eksekusi, bahkan diuangkan untuk melunasi
utang si penerima (nasabah debitur).
Manfaat benda jaminan bagi kreditur :
Manfaat benda jaminan bagi kreditur :
1. Terwujudnya
keamanan yang terdapat dalam transaksi dagang yang ditutup.
2. Memberikan
kepastian hukum bagi kreditur.
Sedangkan
manfaat benda jaminan bagi debitur, adalah untuk memperoleh fasilitas kredit
dan tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya.
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu :
1. Jaminan yang bersifat umum
Menurut pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberikan utang kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yakni menurut besar-kecilnya piutang masing-masing. Kecuali, jika diantara berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Benda yang dapat dijadikan jaminan yang bersifat umum apabila telah memenuhi persyaratan, antara lain :
1. benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
2. benda tersebut dapat di pindah tangankan haknya kepada pihak lain.
2. Jaminan yang bersifat khusus
Merupakan hak khusus bagi jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
Penggolongan jaminan berdasarkan sifatnya, yaitu :
1. Jaminan yang bersifat umum
Menurut pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberikan utang kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yakni menurut besar-kecilnya piutang masing-masing. Kecuali, jika diantara berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Benda yang dapat dijadikan jaminan yang bersifat umum apabila telah memenuhi persyaratan, antara lain :
1. benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
2. benda tersebut dapat di pindah tangankan haknya kepada pihak lain.
2. Jaminan yang bersifat khusus
Merupakan hak khusus bagi jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
HUKUM PERDATA
A. HUKUM
PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum
perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang
berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang pada awalnya berinduk pada
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal
dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan BW. Sebagian materi BW
sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan Undang-Undang RI, misalnya
mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU Kepailitan.
Kodifikasi
KUH Perdata Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847
melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1848.
Setelah
Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang
Dasar 1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku
sebelum digantikan dengan Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar
ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum perdata Indonesia.
B. SEJARAH
SINGKAT HUKUM PERDATA
Hukum
perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun
berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap
sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis
dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de
Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda
(1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih
dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis
(1813)
Pada Tahun
1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS
Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M.
Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan
dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut
terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang
baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi
pemberontakan di Belgia yaitu :
- BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
- WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW
merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa
Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
C. PENGERTIAN
DAN KEADAAN HUKUM DI INDONESIA
Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia. Hukum Perdata adalah
hukum yang mengatur hubungan antara perorangan didalam masyarakat. Perkataan
hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil dan dapat
juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana. Hukum privat materiil juga
dikatakan sebagai Hukum Sipil, tapi karena perkataan sipil juga digunakan
sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata
saja, untuk segenap peraturan hukum privat materiil (Hukum Perdata Materiil).
Pengertian dari Hukum Privat adalah hukum yang memuat segala peraturan
yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan
dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahawa didalamnya
terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik
dalam hubungannya terhadap orang lain didalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang sekarang lebih dikenal dengan HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek dilingkungan pengadilan perdata. Didalam pengertian sempit kadang-kadang hukum perdata ini digunakan sebagai hukum dagang.
KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang sekarang lebih dikenal dengan HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek dilingkungan pengadilan perdata. Didalam pengertian sempit kadang-kadang hukum perdata ini digunakan sebagai hukum dagang.
KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Keadaan hukum perdata di indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk
yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keanekaragaman ini ada dua faktor,
yaitu:
·
Faktor Ethnis disebabkan keanekaragaman Hukum
Adat bangsa Indonesia, karena negara kita terdiri dari berbagai suku
bangsa.
·
Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat pada
pasal 163.I.S. yang membagi penduduk indonesia dalam tiga golongan, yaitu
:
·
Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
·
Golongan Bumi Putera (pribumi atau bangsa asli
Indonesia) dan yang dipersamakan.
·
Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Dan pasal 131.I.S yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal diatas. Hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan, yaitu :
Dan pasal 131.I.S yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal diatas. Hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan, yaitu :
·
Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan
berlaku hukum perdata dan hukum dagang barat yang diselaraskan dengan hukum
perdata dan hukum dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
·
Bagi golongan Bumi Putera dan yang dipersamakan
berlaku hukum adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu berlaku dikalangan
rakyat, dimana sebagian besar dari hukum adat tersebut belum tertulis, tetapi
hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
·
Bagi golongan timur asing juga berlaku hukum
masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing siperbolehkan
untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun
untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Untuk memahami keadaan hukum perdata di Indonesia kita perlu mengetahui
riwayat politik pemerintah Hindia-Belanda terlebih dahulu terhadap hukum di
Indonesia. Pedoman politik bagi pemerintah hindia belanda terhadap hukum di
indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu
pasal 75 JJR yang pokok-pokoknya sebagai berikut :
Hukum perdata dan dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara
Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu
kodifikasi).
Untuk Golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas konkordansi). Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing, jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
Orang Indonesia Asli dan Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia, seperti :
Untuk Golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas konkordansi). Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing, jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
Orang Indonesia Asli dan Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis didalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia, seperti :
·
Ordonansi perkawinan bangsa Indonesia kristen
(Staatsblad 1993 No.74)
·
Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia
(IMA) Staatsblad 1939 No.570 berhubungan dengan No.717.
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga
negara, yaitu:
·
Undang-Undang hak pengarang
·
Peraturan umum tentang koperasi
·
Ordonansi Woeker
·
Ordonansi tentang pengangkutan di udara
D. SISTEMATIKA
HUKUM DI INDONESIA
Hukum adalah
sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak
yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk
mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi
pelanggarnya
Salah satu
bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum
dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau
hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan
pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum
perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Ada beberapa
sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga
memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu
sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara
persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya
Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem
hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia
didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada
masa penjajahan.
Bahkan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak
lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal
dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan
wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang
saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum
perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis
dengan beberapa penyesuaian.
Sistematika Hukum Perdata itu ada 2,
yaitu sebagai berikut:
·
Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan
·
Menurut Undang-Undang/Hukum Perdata
Sistematika Menurt Ilmu Hukum/Ilmu
Pengetahuan terdiri dari:
·
Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi
(personen recht)
·
Hukum tentang keluarga/hukum keluarga (Familie Recht)
·
Hukum tentang harta kekyaan/hukum harta kekayaan/hukum
harta benda (vermogen recht)
·
Hukum waris/erfrecht
Sistematika hukum perdata menurut
kitab Undang-Undang hukum perdata
·
Buku I tentang orang/van personen
·
Buku II tentang benda/van zaken
·
Buku III tentang perikatan/van verbintenisen
·
Buku IV tentang pembuktian dan daluarsa/van bewijs en
verjaring
Apabila kita
gabungkan sistematika menurut ilmu pengetahuan ke dalam sistematika menurut
KUHPerdata maka:
·
Hukum perorangan termasuk Buku I
·
Hukum keluarga termasuk Buku I
·
Hukum harta kekayaan termasuk buku II sepanjang yang
bersifat absolute dan termasuk Buku III sepanjang yang bersifat relative
·
Hukum waris termasuk Buku II karena Buku II mengatur
tentang benda sedangkan hokum waris juga mengatur benda dari pewaris/orang yang
sudah meninggal karena pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak
milik yang diatur dalam pasa 584 KUHperdata (terdapat dalam Buku II) yang
menyatakan sebagai berikut :
“Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dank arena penunjukan atau penyerahan, berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.
HUKUM PERIKATAN
A. PENGERTIAN
HUKUM PERIKATAN
Perikatan
dalam bahasa Belanda disebut
“verbintenis”.Istilah
perikatan ini lebih umum dipakaidalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan
dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orangyang satu terhadap orang yang
lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan,
misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang
bayi,meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan
yang berdekatan,letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun
(rusun). Karena hal yangmengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat,
maka oleh pembentuk undang-undangatau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi
‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yangterjadi antara orang yang satu
dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.Jika dirumuskan,
perikatan
adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua
orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak
lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini
merupakan suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa
hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui
bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukumharta kekayaan (law of
property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang
hukum waris (law of succession)serta dalam bidang hukum pribadi
(personal law).Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan
yang dimaksud dengan sistemterbuka adalah setiap orang dapat mengadakan
perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan
bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang
disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak
harushalal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam
Undang-undang.
B. DASAR HUKUM
PERIKATAN
Dasar hukum perikatan berdasarkan
KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari
persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul
undang-undang.
Perikatan yang timbul dari
undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yaitu
a. Perikatan terjadi karena
undang-undang semata
b. Perikatan terjadi karena undang-undang
akibat perbuatan manusia
c. Perikatan terjadi bukan
perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige
daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
C.
AZAS-AZAS DALAM HUKUM PERIKATAN
Asas-asas
dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas
kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan
berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa
segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Asas
konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada
saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan
tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim
disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian
diperlukan empat syarat adalah
1. Kata Sepakat antara Para
Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan
diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia
sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu
Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus
cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah
pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas
dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek,
diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu
perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal Suatu
sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa)
yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
HUKUM PERJANJIAN
A. Pengertian Hukum
Perjanjian
1. Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi :
“Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
2. Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan
formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari
persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk
timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain
atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3. Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah
memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat
kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran
dimuka)
B. Standar Kontrak
1.
Menurut Mariam Darus, standar kontrak
terbagi dua yaitu umum dan khusus.
Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih
dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.Kontrak standar khusus,
artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya
untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
2.
Menurut Remi Syahdeini,
Keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena
kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan. Kontrak baru lahir dari
kebutuhan masyarakat (society nuds). Dunia bisnis tidak dapat berlangsung
dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.Suatu kontrak harus berisi:
a)
Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat
kontrak.
b)
Subjek dan jangka waktu kontrak.
c)
Lingkup kontrak.
d)
Dasar-dasar pelaksanaan kontrak.
e)
Kewajiban dan tanggung jawab.
f)
Pembatalan kontrak
C. Macam-macam
Perjanjian
1. Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan
perjanjian dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi
dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).Perjanjian dengan beban ialah
suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada
pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
2. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal
balik
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban
pada salah satu pihak saja.Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang
memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
3. Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata
sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk
teryentu, yaitu dengan cara tertulis.Perjanjian riil ialah suatu perjanjian
dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
4. Perjanjian bernama, tidak bernama dan,
campuran
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah
mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab
XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA.Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian
yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang
mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
D. Syarat sahnya
Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab
Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat
yaitu :
a)
Sepakat untuk mengikatkan diri.
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu
harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang
diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada
pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
b)
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk
membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang
yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
c)
Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk
dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338
KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu
pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
d)
Sebab yang halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk
mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika
ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau
ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu
atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama
yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif.
Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai
perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
E. Saat Lahirnya
Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian
mempunyai arti penting bagi :
·
Kesempatan penarikan kembali penawaran;
·
Penentuan resiko;
·
Saat mulai dihitungnya jangka waktu
kadaluwarsa;
·
Menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320
jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud
adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat
dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian
yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud
konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara
para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang
disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman
melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui
(overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang
menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima
penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak
dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang
disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian. Ada
beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak
yaitu:
·
Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran
telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada
saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
·
Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya
kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya
kontrak.
·
Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi
diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
·
Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya
jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka.
Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat
itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
F. Pembatalan dan
Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal
1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan
perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma
kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual
beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Suatu perjanjian dapat
dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi
hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena
Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka
waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
a.
Pihak pertama melihat adanya kemungkinan
pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi
kewajibannya.
b.
Terkait resolusi atau perintah pengadilan.
c.
Terlibat hukum.
d.
Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan,
atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.
HUKUM DAGANG
(KUHP)
A. Pengertian Hukum
Dagang
Perdagangan atau
Perniagaan pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan
suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk
memperoleh keuntungan. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal
perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia
terutama bersumber pada :
1. Hukum tertulis yang
dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-undang dagang (KUHD) atau
Wetboek Koophandel Indonesia (W.V.K).
b. Kitab Undang-undang Hukum
Sipil (KUHS) atau Burgelijk wetboek Indonesia (BW).
2. Hukum tertulis yang
belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang
hal-hal yang berhubungan dengna perdagangan.
B. Sejarah Hukum
Dagang
Pembagian hukum privat
sipil ke dalam hukum perdata dan hukum dagang sebenarnya bukanlah pembagian
yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah hukum dagang. Hal ini
dapat dilihat dari ketentuan yang tercabtum dalam pasal 1 KUHD yang menyatakan
bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal
yang disinggung dalam KUHD kecuali dalam penyelesaianya, soal-soal tersebut
hanya diatur dalam KUHD itu. Kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian
itu bukan pembagian asasi adalah :
a.
Perjanjian jual beli yang merupakan
perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidak ditetapkan dalam KUHD tapi
diatur dalam KUHS.
b.
Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang
sangat penting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.
C. Hubungan Hukum
Perdata dengan Hukum Dagang
Didalam menjalankan
kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin
melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala
besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu
melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut. Pembantu-pembantu dalam perusahaan
dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
·
Membantu didalam perusahaan.
·
Membantu diluar perusahaan
Hubungan hukum yang
terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam
perusahaan dapat bersifat :
·
Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a
KUH Perdata.
·
Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal
1792 KUH Perdata.
·
Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai
pasal 1601 KUH Perdata
D. Berlakunya Hukum
Dagang
Sebelum tahun 1938 Hukum
Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan perbuatan
dagang, tetapi sejak tahun 1938 pengertian Perbuatan Dagang, dirubah menjadi
perbuatan Perusahaan yang artinya menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi
setiap pengusaha (perusahaan). Para sarjana tidak satu pun memberikan
pengertian tentang perusahaan, pengertian dapat dipahami dari pendapat antara
lain :
Menurut Hukum,
Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari keuntungan dengan
menggunakan banyak modal (dalam arti luas), tenaga kerja, yang dilakukan secara
terus – menerus dan terang – terangan untuk memperoleh penghasilan dengan cara
memperniagakan barang – barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
Menurut Mahkamah Agung
(Hoge Read), perusahaan adalah seseorang yang mempunyai perusahaan, jika secara
teratur melakukan perbuatan – perbuatan yang bersangkutpaut dengan perniagaan
dan perjanjian. Menurut Molengraff, mengartikan perusahaan (dalam arti ekonomi)
adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus – menerus,
bertindakkeluar, untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan
perjanjian – perjanjian perdagangan.
Menurut Undang – undang
Nomor 3 Tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan
setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, dan yang didirikan,
bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan
memperoleh keuntungan atau laba.
E. Hubungan
Pengusaha dan Pembantunya
Di dalam menjalankan
kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin
melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala
besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu
melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut. Pembantu-pembantu dalam perusahaan
dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
a.
Membantu didalam perusahaan.
b.
Membantu diluar perusahaan.
Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang
termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
·
Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a
KUH Perdata.
·
Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal
1792 KUH Perdata.
·
Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai
pasal 1601 KUH Perdat
F. Pengusaha dan
Kewajibannya
Pengusaha adalah setiap
orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada 2 macam kewajiban
yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu :
a.
Membuat pembukuan.
b. Mendaftarkan perusahaannya.
G. Bentuk-bentuk Badan
Usaha
Secara garis besar dapat
diklasifikasikan dan dilihat dari jumlah pemiliknya dan dilihat dari status
hukumnya yaitu :
1.
Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari
jumlah pemiliknya tediri dari perusahaan perseorangan dan perusahaan
persekutuan.
2.
Bentuk-bentuk perusahaan jika dilihat dari
status hukumnya terdiri dari perusahaan berbadan hukum dan perusahaan bukan
badan hukum.
Sementara itu, didalam
masyarakat dikenal 2 macam perusahaan, yakni :
·
Perusahaan Swasta
Perusahaan swasta
terbagi dalam 3 bentuk perusahaan swasta :
-
Perusahaan Swasta Nasional.
-
Perusahaan Swasta Asing
-
Perusahaan Patungan / campuran
·
Perusahaan Negara
Perusahaan disebut
dengan BUMN, yang terdiri menjadi 3 bentuk :
-
Perusahaan Jawatan.
-
Perusahaan Umum.
-
Perusahaan Perseroan.
a.
Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu.
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam UU No 16 tahun 2001, yayasan meerupakan suatu “badan hukum” dan untuk dapat menjadi badan hukum wajib memenuhi criteria dan persyaratan tertentu.
Ø Yayasan terdiri atas kekayaan yang terpisahkan.
Ø Kekayaan yayasan diperuntukkan untuk mencapai tujuan yayasan.
Ø Yayasan mempunyai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan.
Ø yayasan tidak mempunyai anggota.
b. Pembubaran yayasan
Yayasan dapat dibubarkan seperti juga organ-organ lainnya. Dengan demikian,
yayasan itu dapat bubar atau dibubarkan karena :
Ø Jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir.
Ø Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah tercapai atau
tidak tercapai.
Ø Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
A. Dasar hukum wajib Daftar
Perusahaan
Wajib daftar
perusahaan dilakukan berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1982. Pendaftaran
perusahaan ini penting bagi pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan,
pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat. Selain itu wajib
daftar perusahaan ini memudahkan untuk sewaktu-waktu dapat mengikuti secara
seksama keadaan perkembangan sebenarnya dari dunia usaha di wilayah Negara
Republik Indonesia secara menyeluruh, termasuk tentang perusahaan asing. Bagi
dunia usaha, daftar perusahaan penting untuk mencegah dan menghindari
praktek-praktek usaha yang tidak jujur (persaingan, penyelundupan dll).
Selain itu
daftar perusahaan buat dunia usaha bermanfaat untuk menciptakan keterbukaan
antar perusahaan, memudahkan mencari mitra bisnis, mendasarkan investasi pada
perkiraan yang jelas, meningkatkan kepercayaan masyarakat. Tujuan Undang-Undang
tentang wajib daftar perusahaan adalah memberikan perlindungan kepada
perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya secara jujur dan terbuka, serta
pembinaan kepada dunia usaha dan perusahaan, khususnya golongan ekonomi lemah.
B. Ketentuan Wajib Daftar
Perusahaan
Daftar
Perusahaan → daftar catatan resmi yang diadakan berdasarkan ketentuan
undang-undang dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal
yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang
berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Perusahaan → setiap bentuk usaha
yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-mneerus dan
yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik
Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba. Pengusaha → setiap
orang perorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu
jenis perusahaan. Usaha → setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam
bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba. Menteri → menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
perdagangan.
C. Tujuan dan Sifat Wajib Daftar
Perusahaan
→Mencatat
bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan
merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai
identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan dalam rangka
menjamin kepastian berusaha Daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua
pihak. Sifat terbuka → daftar perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak
ketiga sebagai sumber informasi.
D. Kewajiban Pendaftaran
Setiap perusahaan wajib didaftarkan
dalam daftar perusahaan, Pendaftaran wajib didaftarkan oleh pemiliknya atau
pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain
dengan memberikan surat kuasa yang sah. Jika perusahaan dimiliki oleh beberapa
orang, maka pendaftaran boleh dilakkan oleh salah seorang dari pemilik
perusahaan tersebut. Badan Usah Yang Tidak Perlu Menjadi Wajib Daftar:
1.
Setiap perusahaan Negara berbentuk perjanjian → yang dikecualikan dari kewaiban
pendaftran adalah peusahaan-perusahaan yang tidak bertujuan memperoleh
keuntungan dan atau laba.
2.
Setiap perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh sendiri atau hanya memperkerjakan
anggota keluarga terdekat serta tidak memerlukan izin usaha dan tidak merupakan
badan hukum atu suatu persekutuan. Perusahaan kecil perorangan yang melakukan
kegiatan dan atau memperoleh keuntungan yang benar-benar hanya sekedar untuk
mmenuhi keperluan nafkah sehari-hari. Anggota terdekat disini adalh termasuk
ipar dan menantu.
3.
Usaha diluar bidang ekonomiyang tidak bertujuan mencari profit:
Pendidikan formal, pendidikan non
formal, rumah sakit.
4.
Yayasan
Bentuk badan usaha yang masuk dalam wajib daftar
perusahaan:
a. Badan hukum.
b. Persekutuan.
c. Perorangan.
d. Perum.
e. Perusahaan
Daerah, perusahaan perwakilan asing.
E. Cara & Tempat serta
Waktu Pendaftaran
Pendaftaran dilakukan dengan cara
mengisi formulir pendaftaran yang ditetapka oleh menteri pada kantor tempat
pendaftaran. Pendaftaran dilakukan di Kantor departemen perindustrian dan
Perdagangan atau Dinas yang membidangi Perdagangan Kabupaten/Kota selaku kantor
pendaftaran Perusahaan (KPP). Caranya:
·
Mengisi formulir pendaftaran yang disediakan.
·
Membayar biaya administrasi.
·
Pendaftaran Perusahan wajib dilakukan oleh pemilik/
pengurus/ penanggung jawab atau kuas perusahaan.
Pendaftaran wajib dilakukan dalam
jangkawaktu 3 bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Suatu
perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha
dari instansi teknis yang berwenang.
F. Hal-Hal Yang Didaftarkan
a.
Pengenalan tempat.
b.
Data umum perusahaan.
c.
Legalitas perusahaan.
d.
Data pemegang saham.
e.
Data kegiatan perusahaan
Kepada perusahaan yang telah
disahkan pendaftarannya dalam daftar perusahaan diberikan tanda daftar
perusahan yang berlaku untuk jangka waktu 5 tahun sejak tanggal dikeluarkannya
dan wajib dipebaharui sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum tanggal berlakuya
berakhir. Apabila tanda daftar perusahaan hilang, pengusaha berkewajiban untuk
mengajukan permintaan tertulis kepada kantor pendaftaran perusahaan untuk
memperolehpenggantinya dalam waktu selambat-lambatnya 3 bulan setelah
kehilangan itu.
Apabila ada perubahan atas hal yang
didaftarkan, wajib dilaporkan pada kantor tempat pendaftaran perusahaan dengan
menyebutkan alas an perubahan tersebut disertai tanggal perubahan tersebut dalm
waktu 3 bulan setelah terjadi perubahan itu. Apabila ada pengalihan pemilikan
atau pengurusan atsa perusahaan atau kantor cabang, kantor pembantu, agen dan
perwakilannya, pemilik atau pengurus lama berkewajiban untuk melaporkan.
Apabila terjadi pembubaran
perusahaan atau kantor cabang, kantor pembantu atau perwakilannya, pemilik atau
pengurus maupun likuidaror berkewjiban untuk melaporkanya.
Ketentuan Pidana
Sanksi
Pidana kejahatan (Pasal 32 UU-WDP) karena pengusaha dengan
sengaja atau kelalaiannya tidak memenuhi kewajiban UU-WDP diancam pidana
penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan kurungan atau pidana denda
setinggi-tingginya Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
Sanksi
Pidana pelanggaran (Pasal 33 UU-WDP) karena
pengusaha melakukan atau menyuruh melakukan pendaftaran secara keliru atau
tidak lengkap dalam memenuhi kewajiban UU-WDP diancam pidana penjara
selama-lamanya 3 (tiga) bulan kurungan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp
1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah).
Sanksi
Pidana pelanggaran (Pasal 34 UU-WDP) karena
pengusaha tidak memenuhi kewajiban untuk menghadap atau menolak untuk
menyerahkan atau mengajukan sesuatu persyaratan atau keterangan lain untuk
pendaftaran dalam Daftar Perusahaan diancam pidana penjara selama-lamanya 2
(dua) bulan kurungan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu
juta rupiah).
HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL(HAKI)
A.
Pengertian Hukum Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak Atas
Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek
(di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property
Right. Kata “Intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut
adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of
the Human Mind) (WIPO, 1988:3). Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak
eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok
orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten
dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda
(Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Jadi pengertian secara umum Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu
peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara
sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk.
B.
Prinsip-prinsip Hukum Kekayaan Intelektual
1)
Prinsip Ekonomi
Prinsip
Ekonomi, yakni hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya
pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memeberikan
keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.
2)
Perinsip
Keadilan
Prinsip
keadilan, yakni di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja
membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni,
dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemiliknya.
3)
Prinsip Kebudayaan
Prinsip
kebudayaan, yakni perkembangan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni untuk
meningkatkan kehidupan manusia.
4)
Prinsip
Sosial
Prinsip
sosial (mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara), artinya hak yang
diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan
sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan individu dan
masyarakat.
C.
Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
Berdasarkan
WIPO hak atas kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak
cipta (copyright), dan hak kekayaan industri (industrial property right). Hak
kekayaan industry (industrial property right) adalah hak yang mengatur segala
sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.
Hak kekayaan industry (industrial property right) berdasarkan pasal 1
Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang
telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :
a. Paten.
b. Merek.
c. Varietas tanaman.
d. Rahasia dagang.
D.
Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
a.
UU Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
b.
UU Nomor 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15).
c.
UU
Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang
Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42).
d.
UU Nomor 12
Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29).
E.
Hak Cipta
Hak Cipta
adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya.
Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,
sastra dan seni. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta :
a.
Hak Cipta
adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.(Pasal
1 ayat 1).
b.
Hak cipta
diberikan terhadap ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan,
kesenian, dan kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara ekslusif kepada
pencipta, yaitu “seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat
pribadi”.
F.
Hak Paten
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001:
Paten adalah
hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Investor atas hasil invensinya
di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakan (Pasal 1 ayat 1). Dasar Hukum Hak Paten :
a. UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten ( Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor
39).
b. UU Nomor 13 Tahun 1997 Tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang
Paten (lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30).
c. UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor
109).
G.
Hak Merk
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 :
a.
Merek adalah
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Pasal 1 ayat 1).
b.
Merek
merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang dan atau jasa)
tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga
kualitas, dan melindungi produsen dan konsumen.
Jadi Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan di gunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau
jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek). Dasar Hukum Hak Merk :
a.
UU Nomor 19
Tahun 1992 tentang Merek( Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 81).
b.
UU Nomor 14
Tahun 1997 Tentang Perubahan UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (lembaran
Negara RI Tahun 1997 Nomor 31).
c.
UU Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 110).
H.
Desain Industri
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 200 Tentang Desain Industri
Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya
yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan
dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai
untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan
tangan.(Pasal 1 ayat 1).
I.
Rahasia Dagang
Menurut
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang :
Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum dibidang
teknologo dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karna berguna dalam kegiatan
usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
A.
Pengertian Perlindungan Konsumen
Menurut Undang-undang no. 8 Tahun 1999 :
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.
B.
Asas & Tujuan Perlindungan
Konsumen
Asas-asas
yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 2 UU PK adalah:
·
Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UUPK harus memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga
tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya.
Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
·
Asas
keadilan
Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh
haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
·
Asas
keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen,
pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak
yang lebih dilindungi.
·
Asas
keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
·
Asas
kepastian hokum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hokum.
Perlindungan konsumen bertujuan:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut
hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin kelangsungan usaha
produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
C.
Hak & Kewajiban Konsumen
Hak konsumen
adalah:
a.
Konsumen berhak atas produk
yang aman.
b.
Konsumen berhak atas segala
informasi yang relevan terhadap produk yang dipakainya.
c.
Konsumen memiliki hak untuk
berbicara dan didengar.
d.
Konsumen berhak memilih
produk yang akan dibeli.
e.
Konsumen berhak mendapatkan
edukasi tentang pembelian mereka.
f.
Konsumen berhak untuk mendapatkan
pelayanan yang baik.
g.
Hak untuk mendapatkan ganti
rugi
Kewajiban konsumen adalah:
a.
Membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b.
Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c.
Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d.
Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha adalah:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad
tidak baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau jasa yang
diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
Kewajiban pelaku usaha adalah:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang
dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
E. Perbuatan Yang Dilanggar
Bagi Pelaku Usaha
a. Pasal 8
Pelaku usaha
dilarang menawarkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan
janji yang dinyatakan keterangan, iklan atau promosi atas penawaran jasa
tersebut. Tidak membuat perjanjian atas pengikatan jasa tersebut dalam bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pasal 9
Pelaku usaha
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa
secara tidak benar, dan atau seolah-olah secara langsung atau tidak langsung
merendahkan barang dan atau jasa lain.
c. Pasal 10
Pelaku usaha
dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan mengenai: Harga atau tarif suatu barang dan/atau
jasa.
d. Pasal 13
Pelaku usaha
dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan atau
jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain
secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikannya.
e. Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
·
Tidak
melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
·
Mengumumkan
hasilnya tidak melalui media massa;M
·
emberikan
hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
·
Mengganti
hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
F. Klasula Baku Dalam
Perjanjian
Klausula
Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha
yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen. Misalnya: Kwitansi/ faktur pembelian barang yang
menyatakan: Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan. Pelaku usaha
dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau
perjanjian apabila:
a.
Menyatakan tunduk-nya konsumen kepada peraturan yang
berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau peng-ubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.
b.
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang
letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.
c.
Setiap klausula yang telah ditetapkan oleh pelaku
usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dan 2 dinyatakan batal demi hukum.
G. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Menurut Pasal 19 yaitu :
a.
Pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
b.
Ganti rugi
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian uang atau penggantian
barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c.
Pemberian
ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
d.
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 dan ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana
berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha
dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
H. Sanksi
a. Sanksi Administratif
b. Sanksi Pidana
ANTI
MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
A.
Pengertian Anti Monopoli & Persaingan Usaha Tidak Sehat
Pasar Monopoli adalah suatu bentuk
pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga
pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai
"monopolis". Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis
dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang
akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga
barang tersebut, begitu pula sebaliknya. Walaupun demikian, penjual juga
memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga
terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau
membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut.
B.
Asas & Tujuan
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam
menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha
adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara
pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung
mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU
persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan
konsumen.
C.
Kegiatan Yang Dilarang
Dalam UU No.5/1999,kegiatan yang
dilarang diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang undang ini tidak
memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari
kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan
disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang
dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang
adalah merupakan perbuatan hukum sepihak. Adapun kegiatan kegiatan yang
dilarang tersebut yaitu:
a. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha.
b. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang
bertindak sebagai pembeli tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku
usaha yang bertindak sebagai penjual jumlahnya banyak.
c. Penguasaan
pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang
dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan
pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
·
Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu
untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
·
Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha
pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
·
Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau
jasa pada pasar bersangkutan;
·
Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha
tertentu.
d. Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku
usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan
bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
e. Posisi
Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu
keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam
kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan,
serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa
tertentu.
f. Jabatan
Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris
dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi
direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
g. Pemilikan
Saham
Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
dikatakan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa
perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada saat
bersangkutan yang sama atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama.
h. Penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan
Dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, mengatakan
bahwa pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum yang
menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus menerus dengan tujuan mencari
keuntungan.
D.
Perjanjian Yang Dilarang
a.
Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli
barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat
mempengaruhi harga pasar.
b.
Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian, antara lain :
·
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen
atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
·
Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli
lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;
·
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar ;
·
Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah
daripada harga yang telah dijanjikan.
c.
Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi
pasar terhadap barang dan atau jasa.
d.
Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan
pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk
melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar
luar negeri.
e.Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
f.Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
g.Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
h. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang
termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana
setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik
dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
i.
Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau
jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa
tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
j.
Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak
luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
E.
Hal-hal Yang Dikecualikan UU Antimonopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli
adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak
baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari:
·
Oligopoli
·
Penetapan harga
·
Pembagian wilayah
·
Pemboikotan
·
Kartel
·
Trust
·
Oligopsoni
·
Integrasi vertikal
·
Perjanjian tertutup
·
Perjanjian dengan pihak luar negeri
2.Kegiatan-kegiatan tertentu yang
berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut :
·
Monopoli
·
Monopsoni
·
Penguasaan pasar
·
Persekongkolan
3.
Posisi dominan, yang meliputi :
·
Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa
yang bersaing.
·
Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi.
·
Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar.
·
Jabatan rangkap.
·
Pemilikan saham
·
Merger, akuisisi, konsolidasi
F.
Komisi Pengawasan Persaingan Usaha(KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk
memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
G.
Sanksi
Ø Pasal 36
UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah
melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai
ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di
pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada
pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam
sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski
KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti
Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai
pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Ø Pasal 48
-
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai
dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal
28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar
rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
-
Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai
dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
-
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang
ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Ø Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat
dijatuhkan pidana tambahan berupa:
o
Pencabutan izin usaha; atau
o
Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti
melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan
direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5
(lima) tahun; atau
o
Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang
menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU
Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang
berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI
A. Pengertian Sengketa
Pengertian
sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one which
arises during the course of the exchange or transaction process is central to
market economy”. Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau
konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau
organisasi terhadap satu objek permasalahan.
·
Menurut Winardi, Pertentangan
atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau kelompok – kelompok
yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek
kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang lain.
·
Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan
antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang
suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara
keduanya.
Dari
pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah
perilaku pertentangan antara kedua orang atua lembaga atau lebih yang
menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi
salah satu diantara keduanya. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks
melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama bisnis. mengingat kegiatan bisnis
yang semakin meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa
diantara para pihak yang terlibat. Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan
dna masalah yang melatar belakanginya, terutama karena adanya conflict of
interest diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang
terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan
sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis
dapat berupa sengketa sebagai berikut :
-
Sengketa perniagaan.
-
Sengketa perbankan.
-
Sengketa Keuangan.
-
Sengketa Penanaman Modal.
-
Sengketa Perindustrian.
-
Sengketa HKI.
-
Sengketa Konsumen.
-
Sengketa Kontrak.
-
Sengketa pekerjaan.
-
Sengketa
perburuhan.
-
Sengketa perusahaan.
-
Sengketa hak.
-
Sengketa property.
-
Sengketa Pembangunan konstruksi
B. Cara-Cara Penyelesaian
Sengketa
1. Dari
sudut pandang pembuat keputusan
·
Adjudikatif : mekanisme penyelesaian yang ditandai
dimana kewenangan pengambilan keputusan pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga
dalam sengketa diantara para pihak.
·
Konsensual/Kompromi : cara penyelesaian sengketa
secara kooperatif/kompromi untuk mencapai penyelesaian yang bersifat win-win
solution.
·
Quasi Adjudikatif : merupakan kombinasi antara unsur
konsensual dan adjudikatif.
2.
Dari sudut pandang prosesnya
·
Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa
melalui jalur pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum. Lembaga
penyelesaiannya :
·
Pengadilan Umum
·
Pengadilan Niaga
·
Non Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian
sengketa diluar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal.
Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme:
-
Arbitrase : merupakan cara penyelesaian sengketa
perdata diluar peradilan umum yang didasrkan pada perjanjian yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa (pasal 1 angka 1 UU No.30 Tahun
1999).
-
Negosiasi : sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak
yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan
bertentangan untuk mendapatkan solusi dari yang dipertentangkan.
-
Mediasi : Negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam
mediasi yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak
ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping,pemangkin dan penasihat.
-
Konsiliasi : Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak
yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan
tersebut.
-
Konsultasi
-
Penilaian Ahli
I. Penyelesaian
Melalui proses Litigasi
a. Pengadilan
umum
Pengadilan Negeri berwenang
memeriksa sengketa bisnis, mempunyai karakteristik :
o Prosesnya
sangat formal.
o Keputusan
dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
o Para pihak
tidak terlibat dalam pembuatan keputusan.
o Sifat
keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding).
o Orientasi ke
pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah).
o Persidangan
bersifat terbuka.
b. Pengadilan
niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadilan
khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang mempunyai kompetensi
untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI. Pengadilan Niaga mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
o
Prosesnya sangat formal.
o
Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh
negara (hakim).
o
Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan.
o
Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and
binding).
o
Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah).
o
Proses persidangan bersifat terbuka.
o
Waktu singkat.
II. Penyelesaian
Non_Litigasi
Selain itu
banyak cara menyelesaikan suatu pertikaian diantaranya yaitu dengan Arbitrase,
Negosiasi, Mediasi, dan Konsiliasi. Ketiga cara penyelesaian ini bisa digunakan
agar pertikaian dapat segera teratasi.bermula dari penyelesaian dengan
membicarakan baik – baik diantara kedua pihak yang bertikai, berlanjut bila
pertikaian tidak dapat diselesaikan diantara mereka maka dibutuhkan pihak
ketiga yaitu sebagai mediasi, selanjutnya jika tidak dapat melalui mediasi maka
dibutuhkan pihak yang tegas untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika
tidak dapat diselesaikan juga maka membutuhkan badan hukum seperti pengadilan
untuk menyelesaikan masalah tersebut, cara ini bisa disebut dengan Ligitasi.
Secara keseluruhan cara – cara tersebut dapat digunakan sehingga pertikaian
dapat terselesaikan.
C. Negosiasi
Pengertian Negosiasi :
a.
Proses yang melibatkan upaya seseorang untuk mengubah
(atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang lain.
b.
Proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut
kepentingan timbal balik dari pihak-pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang,
dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain.
c.
Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua
pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari
hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
Pola
Perilaku dalam Negosiasi:
a. Moving
against (pushing): menjelaskan, menghakimi, menantang, tak menyetujui,
menunjukkan kelemahan pihak lain.
b.
Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan gagasan,
menyetujui, membangkitkan motivasi, mengembangkan interaksi.
c.
Moving away (with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi
pembicaraan, berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
d.
Not moving (letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan
perhatian pada “here and now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi
dengan situasi.
Ketrampilan
Negosiasi:
1.
Mampu melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
2.
Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain sehingga pihak-pihak yang
terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah pendiriannya.
3.
Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan situasi yang tak pasti dan
tuntutan di luar perhitungan.
4.
Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga pihak
lain akan memahami sepenuhnya gagasan yang diajukan.
5.
Memahami latar belakang budaya pihak lain dan berusaha menyesuaikan diri dengan
keinginan pihak lain untuk mengurangi kendala.
Negosiasi
dan Hiden Agenda:
Dalam
negosiasi tak tertutup kemungkinan masing-masing pihak memiliki hiden agenda.
Hiden agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat
terselubung yang tak diungkapkan (tak eksplisit) tetapi justru hakikatnya
merupakan hal yang sesungguhnya ingin dicapai oleh pihak yang bersangkutan.
Negosiasi
dan Gaya Kerja
o Cara
bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya
kerjanya.
o Kesuksesan
bernegosiasi seseorang didukung oleh kecermatannya dalam memahami gaya kerja
dan latar belakang budaya pihak lain.
Fungsi Informasi dan Lobi dalam
Negosiasi
o Informasi
memegang peran sangat penting. Pihak yang lebih banyak memiliki informasi
biasanya berada dalam posisi yang lebih menguntungkan.
o Dampak dari
gagasan yang disepakati dan yang akan ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan
lebih dulu.
o Jika proses
negosiasi terhambat karena adanya hiden agenda dari salah
satu/ kedua pihak, maka lobyingdapat dipilih untuk menggali hiden
agenda yang ada sehingga negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan
yang lebih terbuka.
Teknik
Negoisasi
Secara umum terdapat beberapa cara
teknik negoisasi yang dikenal dapat dibagi kedalam:
o
Tahap negoisasi kompetitip
o
Tahap negoisasi koperatif
o
Tahap negoisasi lunak dan keras
o
Tahap negoisasi interest based
D. Mediasi
Mediasi
adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat
para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki
kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses
mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau
konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus,
maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau
penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus
memperoleh persetujuan dari para pihak.
Prosedur
Untuk Mediasi
o Setelah
perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis
hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
o Setelah
pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator
berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
o Selanjutnya
mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini
diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing
pihak yang berperkara.
o Mediator
bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke
22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan. Jika
terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
Mediator
adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara
memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator
adalah :
-
Netral
-
Membantu para pihak
-
Tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian
Jadi, peran
mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan
pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi
berlangsung kepada para pihak.Tugas
Mediator yaitu :
-
Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan
mediasi kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.
-
Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara
langsung berperan dalam proses mediasi.
-
Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan
kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.
-
Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri
dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang
terbaik bagi para pihak.
Demi
kenyamanan para pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka berhak untuk
memilih mediator yang akan membantu menyelesaikan sengketa.
-
Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua
Pengadilan menyediakan daftar mediator yang sekurang-kurangnya memuat 5(lima)
nama dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman dari para
mediator.
-
Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang
telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator.
-
Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak
ada hakim dan bukan hakim yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang
bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator.
-
Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan agar namanya ditempatkan dalam
daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan.
-
Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat,
Ketua Pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
-
Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan
memperbarui daftar mediator.
-
Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator
dari daftar mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain karena
mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan
pelanggaran atas pedoman perilaku.
Honorarium Mediator
-
Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.
-
Uang jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh
para pihak berdasarkan kesepakatan para pihak.
E. Arbitrase
Istilah
arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti
“kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
·
Asas
kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau
beberapa oramg arbiter.
·
Asas
musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara
musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu
sendiri;
·
Asas
limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui
arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan
dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
·
Asa final
and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan
mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding
atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam
klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan
dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk
menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya
oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil,Tanpa
adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat
penyelisihan perselisihan. Selain itu Pengertian arbitrase juga termuat dalam
pasal 1 angka 8 Undang Undang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa
Nomor 30 tahun 1999: “Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh
para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat
mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa.”
Dalam Pasal
5 Undang-undang No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa: ”Sengketa yang dapat
diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak yang
menurut hukum makalahadedidiikirawandan peraturan perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.” Dengan demikian arbitrase tidak dapat
diterapkan untuk masalah-masalah dalam lingkup hukum keluarga. Arbitase hanya
dapat diterapkan untuk masalah-masalah perniagaan. Bagi pengusaha, arbitrase
merupakan pilihan yang paling menarik guna menyelesaikan sengketa sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan mereka.
Dalam banyak
perjanjian perdata, klausula arbitase banyak digunakan sebagai pilihan
penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat
mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut
makalahadedidiikirawanakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut).
Setiap pendapat yang berlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut
berarti pelanggaran terhadap perjanjian (breach of contract - wanprestasi).
Oleh karena itu tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum
apapun. Putusan Arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga ketua pengadilan tidak
diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase
nasional tersebut.
Menurut
Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan
pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk,
yaitu:
·
Klausula
arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak
sebelum timbul sengketa (Factum de compromitendo); atau
·
Suatu
perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa
(Akta Kompromis).
Sebelum
undang-undang Arbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase diatur
dalampasal 615 s/d 651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu, pada
penjelasanpasal 3 ayat(1) Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang
makalahadedidiikirawanPokok-PokokKekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa
penyelesaian perkara di luarPengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit
(arbitrase) tetap diperbolehkan. Dalam dunia bisnis,banya pertimbangan yang melandasi
para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai upaya penyelesaian
perselisihan yang akan atau yang dihadapi.Namun demikian,kadangkala
pertimbangan mereka berbeda,baik ditinjau dari segi teoritis maupun segi
empiris atau kenyataan dilapangan.
Objek
perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan
melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa
lainnya) menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 (“UU
Arbitrase”) hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak
yangmakalahadedidiikirawan menurut hukum dan peraturan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Adapun
kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan,
keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu
Pasal 5 (2) UU Arbitrase memberikan perumusan negatif bahwa
sengketa-sengketamakalahadedidiikirawan yang dianggap tidak dapat diselesaikan
melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan
tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III
bab kedelapan belas Pasal 1851 s/d 1854.
Arbitrase
dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan
permanen (institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan
yang sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya UU No.30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL Arbitarion
Rules. Pada umumnya arbitrase ad-hoc direntukan berdasarkan perjanjian yang
menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang
disepakati oleh para pihak. Penggunaan arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam
sebuah klausul arbitrase.
Arbitrase
institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan
arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini
dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase
seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau yang internasional seperti
The Rules of Arbitration dari The International Chamber of Commerce
(ICC) di Paris, The Arbitration Rules dari The International
Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington.
Badan-badan tersebut mempunyai peraturan dan sistem arbitrase sendiri-sendiri.
BANI (Badan
Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul arbitrase sebagai
berikut:"Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan
dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan
prosedur arbitrase BANI,yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang
bersengketa,sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir".
Standar
klausul arbitrase UNCITRAL (United Nation Comission ofInternational Trade
Law) adalah sebagai berikut: "Setiap sengketa, pertentangan atau
tuntutan yang terjadi atau sehubungan dengan perjanjian ini, atau wan prestasi,
pengakhiran atau sah tidaknya perjanjian akan diselesaikan melalui arbitrase
sesuai dengan aturan-aturan UNCITRAL.”
Menurut Priyatna
Abdurrasyid, Ketua BANI, yang diperiksa pertama kali adalah klausul arbitrase.
Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase, akan menentukan
apakah suatu sengketa akan diselesaikan lewat jalur arbitrase. Priyatna
menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase dibuat setelah
sengketa timbul.
Keunggulan
arbitrase dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum Undang Undang Nomor 30
tahun 1999 dapat terbaca beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dibandingkan dengan pranata peradilan. Keunggulan itu adalah :
·
Kerahasiaan
sengketa para pihak terjamin ;
·
Keterlambatan
yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif dapat dihindari ;
·
Para pihak
dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki makalahadedidiikirawanlatar
belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta jujur dan adil ;
·
Para pihak
dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya ;
·
Para pihak
dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase ;
·
Putusan
arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur sederhana
ataupun dapat langsung dilaksanakan.
Disamping
keunggulan arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase juga memiliki kelemahan
arbitrase. Dari praktek yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah
masih sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan
untuk eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cukup
jelas.
F. Perbandingan Antara
Perundingan,Arbitrasi dan Ligitasi
Penyelesaian
Sengketa Ekonomi
Perbandingan
antara Perundingan, Arbitrase, dan Litigasi (Peradilan)
Proses
|
Perundingan
|
Arbitrase
|
Litigasi
|
Yang mengatur
|
Para pihak
|
Arbiter
|
Hakim
|
Prosedur
|
Informal
|
Agak formal sesuai dengan rule
|
Sangat formal dan teknis
|
Jangka waktu
|
Segera
(3-6 minggu)
|
Agak cepat
(3-6 bulan)
|
Lama
(2 tahun lebih)
|
Biaya
|
Murah
(low cost)
|
Terkadang sangat mahal
|
Sangat mahal
(expensive)
|
Aturan pembuktian
|
Tidak perlu
|
Agak informal
|
Sangat formal dan teknis
|
Publikasi
|
Konfidensial
|
Konfidensial
|
Terbuka untuk umum
|
Hubungan para pihak
|
Kooperatif
|
Antagonis
|
Antagonis
|
Fokus penyelesaian
|
For the future
|
Masa lalu
(the past)
|
Masa lalu
(the past)
|
Metode negosiasi
|
Kompromis
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Komunikasi
|
Memperbaiki yang sudah lalu
|
Jalan buntu
(blocked)
|
Jalan buntu
(blocked)
|
Result
|
Win-win
|
Win-lose
|
Win-lose
|
Pemenuhan
|
Sukarela
|
Selalu ditolak dan mengajukan oposisi
|
Ditolak dan mencari dalih
|
Suasana emosional
|
Bebas emosi
|
emosional
|
Emosi bergejolak
|
BAB III
PENUTUP
2.1KESIMPULAN
Bahwa setiap kegiatan ekonomi
memerlukan kepastian hokum dalam menagatur setiap kegiatan ekonomi, agar
memberikan kelancaran dalam setiap jalannya kegiatan ekonomi. Dengan kelancaran
kegiatan ekonomi dapat memberikan hasil yang maksimal dan berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi. Kepastian hokum yang jelas , tegas dan adil menciptakan
kegiatan ekonomi yang selaras dengan perkembangan perekonomian, sehingga memberikan
pertumbumbuhan perekonomian yang sesuai dengan yang diharapkan.
2.2SARAN
Setiap hokum harus dilaksanakan dengan bersifat tegas, adil dan jelas juga tidak memihak. Agar tidak ada penyalah aturan dalam jalannya kegiatan ekonomi. Sehingga dapat berjalan dengan lancar.
2.2SARAN
Setiap hokum harus dilaksanakan dengan bersifat tegas, adil dan jelas juga tidak memihak. Agar tidak ada penyalah aturan dalam jalannya kegiatan ekonomi. Sehingga dapat berjalan dengan lancar.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber:
sangat bermanfaat, kunjungi juga jurnal hukum
BalasHapus